Pendapat Mahasiswa tentang sistem Belajar melalui Daring

Sebagai mahasiswa, saya mau sedikit berpendapat mengenai sistem belajar melalui daring. Karena pandemi saat ini, sangat sulit rasanya untuk bisa berkuliah dan bersekolah secara tatap muka. Karena kemungkinan pelajar untuk terjangkit virus Covid-19 dikatakan cukup tinggi apabila aktivitas belajar-mengajar di sekolah dijalankan seperti biasanya.

 


Kedatangan pandemi yang tiba-tiba dan ketidaksiapan negeri ini untuk mulai melek teknologi adalah masalah yang dihadapi oleh hampir sebagian besar masyarakat. Dari segi pendidikan, di Indonesia tidak dibiasakan untuk mendapat pelajaran secara online meskipun mungkin di beberapa perguruan tinggi sudah mulai menggunakan website khusus untuk melaksanakan ujian, mengumpulkan tugas, dan mengakses beberapa informasi. Di beberapa perguruan tinggi juga, mungkin memang ada sistem kuliah online yang tidak mengharuskan mahasiswanya untuk datang ke kampus. Tapi pada tingkat pendidikan wajib (SD-SMA) sistem belajar online adalah hal yang baru. Khususnya untuk sekolah negeri, saya tidak tahu untuk sistem belajar di sekolah swasta, karena saya dan anggota keluarga saya lainnya bersekolah di sekolah negeri.


Hal pertama yang menjadi masalah adalah tidak semua pelajar mempunyai gadget. Untuk pelajar yang berasal dari keluarga dengan tingkat perekonomian menengah ke atas, mungkin gadget adalah hal biasa untuk dilihat dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan anak yang belum sekolah saja mungkin sudah punya gadget sendiri. Tapi bagaimana dengan pelajar yang berasal dari keluarga dengan perekonomian menengah ke bawah? Pemerintahpun tidak akan mampu untuk menfasilitasi pelajar ini bukan? Sehingga orang tua dari pelajar mungkin harus berupaya keras agar anaknya tetap bisa belajar dengan baik atau mungkin bagi orang tua yang memang tidak sanggup untuk memenuhi hal tersebut akan memilih untuk menyerah, membiarkan anaknya tidak mendapatkan ilmu selama berbulan-bulan atau justru keadaan seperti ini dimanfaatkan beberapa orang tua untuk menyuruh anaknya bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga di keadaan ekonomi yang semakin sulit karena pandemi ini.

 

Di sisi lain, jaringan internet yang stabil juga tidak tersebar di seluruh pelosok negeri. Bahkan jaringan Wi-Fi yang dijadikan andalan oleh masyarakat juga tidak sepenuhnya memadai. Sehingga belajar secara daring terhambat. Kondisi jaringan yang tidak stabil ini juga membuat pelajar menjadi malas untuk mendengarkan pengajar yang sedang menjelaskan pelajaran. Hingga pada akhirnya, pelajar bergabung ke grup video call atau room chat kelas hanya sekedar untuk absen dan tidak mendengarkan pelajaran dengan baik. Mungkin lebih memilih untuk tidur atau bermain games di waktu yang seharusnya digunakan untuk mendapatkan ilmu. Setelah itu, para pengajarpun tetap akan memberikan tugas kepada pelajar yang terkadang tugas itu menyulitkan.

 

Udahlah pelajaran gaada yang masuk ke otak:)

Tugas tetap ada dan banyak:)

Nilai yang segitu-gitu aja dan apa adanya:)

Uang sekolah tetap harus dibayar tanpa ada pengurangan kecuali kalau orang tua udah kritis karena udah terjangkit virus Covid-19 atau menunggu orang tua di PHK sampe ga bisa makan dulu baru bisa mendapat keringanan pembayaran uang sekolah.

 

Belajar online memerlukan biaya banyak. Mulai dari membeli gadget bagi yang belum punya, mengeluarkan biaya lebih untuk kuota, dan di samping itu uang sekolah tetap harus dibayar sepenuhnya.

 

Saya mahasiswa dari salah satu universitas terbaik di luar Pulau Jawa. UKT mahasiswa tetap dibayar sebagaimana biasanya. Mentang-mentang orang tua saya PNS, tidak di PHK, tidak terkena corona, jadi saya tetap harus membayar UKT dengan full.

 

Padahal, PNS pun tidak semuanya hidup dengan sejahtera. Orang tua saya adalah guru. Guru mendapat tunjangan lebih melalui gaji sertifikasi. Gaji sertifikasi didapatkan jika guru mengajar dengan ketentuan jumlah jam tertentu. Karena pandemi ini, tidak ada belajar-mengajar tatap muka sehingga guru terancam untuk tidak mendapatkan gaji sertifikasi. Saat ini pun, gaji yang biasanya sudah didapatkan di awal bulan dan gaji lainnya untuk tunjangan anak sekolah, juga belum diterima.

 

Itu baru permasalahan saya yang orang tuanya berstatus PNS. Lalu bagaimana dengan pelajar yang perekonomian orang tuanya terganggu atau menjadi sulit karena pandemi ini tapi tidak mempunyai bukti formal untuk dilampirkan kepada institusi pendidikan agar mendapat keringanan pembayaran uang sekolah? Karena tidak semua orang yang di PHK itu mendapatkan surat keterangan pemberhentian kerja, banyak juga pekerja yang diberhentikan secara informal. Bagaimana jika orang tuanya adalah pedagang atau pemilik usaha pribadi yang dagangannya sepi karena sedikit pembeli? Atau pekerjaan informal lainnya. Harus dibuktikan dengan cara apa hal-hal seperti ini agar pihak institusi pendidikan bisa percaya bahwa banyak sebenarnya pelajar yang mengalami kesulitan ekonomi dan hal tersebut tidak bisa selalu diukur dengan hal-hal formal saja. Pembuktian itu memang penting, tapi tidak semua pembuktian itu bisa disampaikan melalui sebuah kertas dan materai. Terkadang memang harus melihat lapangan sebagai bukti nyata. Dengan kondisi pelajar yang banyak ini, apa mungkin untuk melakukan riset lapangan hanya sekedar untuk mendapatkan pembuktian? Karena di kondisi pandemi seperti ini juga, terkadang generalisasi itu seharusnya tidak menjadi masalah.

 

Lagian, kenapa saya harus membayar uang kuliah secara full ketika saya bahkan tidak menggunakan fasilitas kampus, tidak mendapatkan bantuan kuota, dan tidak mendapatkan ilmu dengan baik seperti biasanya? Bagi saya itu sia-sia.. 

 

Alangkah lebih baik kalau semua kegiatan belajar-mengajar dihentikan untuk periode tahun ini dan ditunda hingga tahun depan. Daripada para orang tua harus mengeluarkan biaya untuk pendidikan anak ketika anak-anaknya bahkan tidak dididik dengan baik, tidak mendapatkan ilmu dan pengetahuan, serta hanya diberatkan dengan tugas yang bisa saja membuat stress anak-anaknya karena tidak ada ilmu yang didapat tapi tugas dan deadline jalan terus. Apabila tugas tidak dikerjakan dengan baik, ya resikonya kembali lagi ke nilai yang apa adanya tadi. Tidak aktif di kelas (yang terkadang terjadi karena jaringan yang tidak stabil) juga mempengaruhi nilai para pelajar.

 

Lebih baik untuk mengarahkan orang tua agar bisa mendidik anaknya di rumah, gratiskan? Anak juga bisa menjadi lebih akrab dengan orang tua, berbagi informasi yang mungkin belum saling diketahui, berdiskusi dan berbagi sudut pandang dengan orang tua yang mungkin selama ini tidak punya waktu untuk bercengkrama.


Atau pemerintah bisa membantu memfasilitasi dalam memberikan ilmu dan pengetahuan umum kepada para pelajar agar setidaknya anak-anak Indonesia tetap teredukasi, mungkin melalui televisi atau untuk pelajar yang tidak memiliki televisi bisa mendapat ilmu dan pengetahuan rutin (mungkin seminggu sekali) dari volunteer yang mau mengajar ke daerah-daerah tertentu yang memang masih sulit untuk menjangkau kecanggihan teknologi saat ini dan untuk pelajar yang keluarganya belum mampu memenuhi kebutuhannya untuk tetap mendapatkan ilmu dan pengetahuan.


Sekian pendapat dari saya sebagai mahasiswa biasa yang sedang dilanda kerinduan untuk bertemu dosen dan teman-teman lainnya…

 

Terimakasih sudah membaca.

Jangan lupa bahagia!

Comments

  1. Sungguh tidak menyenangkan, ada dosen memberi tugas padahal dia tidak menjelaskan materi dia. Dia hanya aktif GWA kasih PDF dan offline. Menurut penulis gimana selama daring ini?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kuliah daring memang tidak menyenangkan. Ilmu lewat melalui udara dan ga sempat singgah di kepala. Sayang aja gitu, semua ga berjalan sebagaimana mestinya.. Hak berkurang, kewajiban tetap jalan:)

      Delete

Post a Comment